Tulsan 3
Cinta dan Perkawinan
Perkawinan atau dalam arti pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah
yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan
perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara
pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa,
budaya agama, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu
kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen
tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan
sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara
berdasarkan adat istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya
bersama teman dan keluarga Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan
dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai upacaranya selesai kemudian
mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.
Cinta adalah sebuah emosi dan kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi.
Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat yang mewarisi semua kebaikan,
perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah aksi atau
kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan
diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,
Patuh,
dan mau melakukan apapun yang diinginkan oleh objek tersebut.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta)
Menurut Sternberg (dalam Sternberg & Bernes, 1988), cinta bukanlah suatu
kesatuan yang tunggal melainkan gabungan dari berbagai perasaan, hasrat, dan
pikiran yang terjadi secara bersamaan sehingga menghasilkan perasaan global
yang dinamakan cinta.
a. Bagaimana memilih pasangan.
Memilih
calon pendamping hidup tidaklah mudah, dan agama Islam memberikan beberapa
petunjuk di antaranya:
Dalam
memilih calon istri
-
Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena
wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan
ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari
Abu Hurairah ra. dan Nabi Muhammad saw, bersabda : "Perempuan itu
dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu
bahagia" (Muttafaqun 'Alaihi)
-
Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda :
dari
Amas bin Malik, Rasullullah SAW bersabda ".....kawinilah perempuan
penyayang dan banyak anak...." HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
-Hendaknya
memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah
nikah.
Hal
ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung,
diantara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dan hal-hal yang akan
menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan
menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan
mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan
sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali
melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala
dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya
karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan
kedua.
-
Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal
ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit
yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar
dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan
penyakit-penyakit nenek moyangnya. Disamping itu juga untuk memperluas
pertalian kekeluargaan dan memererat ikatan-ikatan sosial.
Memilikih
calon suami :
-Islam
Ini
adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon
suami sebab dengan islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat
dunia dan akhirat kelak.
-Berilmu
dan baik akhlaknya
Masa
depan kehidupan suami istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka islam
memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Kesimpulan
nya, menurut saya pribadi, memilih pasangan haruslah :
1
satu keyakinan, dengan kesamaan keyakinan maka pasangan tidak akan ragu untuk
melangkah dan menentukkan tujuan hidup yang lebih nyata .
2.
Sehat secara rohani dan jasmani, secara rohani pasangan yang akan kita pilih
haruslah sehat dalam arti melakukan semua perintah sesuai agamanya dan menjauhi
larangan dari agamanya. Serta Sehat dalam Jasmani maksudnya adalah kesehatan
pasangan akan sangat mempengaruhi kehidupan berkeluarga nanti kedepannya.
Pasangan yang sehat, maka dapat menghasilkan keturunan yang baik secara Jasmani
dan Rohani sehat pula.
3.
Berkelakuan yang bisa diterima keluarga dan orang-orang disekitar. Termasuk
mencintai dua belah pihak keluarga, mau berteman dengan teman masing-masing
pasangan, dan berkelakuan baik sesuai dengan aturan yang ada.
b. Seluk Beluk Hubungan dalam Perkawinan
Dalam kehidupan berkeluarga, semua pasangan mendambakan keluarga yang harmonis
selamanya hingga akhir hayat. Namun mengapa ada saja percekcokan dan amarah?
Dalam membina keluarga, setiap objek yang berpasangan adalah objek yang
sama-sama belajar. Belajar dalam arti belajar menjadi dewasa, menjadi arif,
menjadi bijaksana, menjadi paham. Dewasa dalam hubungan adalah saling mengerti,
saling percaya, daling mendorong, saling membangun satu sama lain, Jika
pasangan dalam keadaan kesulitan, sebagai pasangan kita harus turut memberi semangat
bukannya amarah. Menjadi arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan juga
sangat diperlukan dalam hubungan suami istri. Mereka yang menjadi istri, harus
patuh pada suami. Tapi bukan berarti suami menjadi semena-mena dalam mengatur
istri. Suami harus arif dan bijak dalam hal kasih sayang, membentuk
norma-norma dalam keluarga, mengatur keuangan istri, memperhatikan kesehatan
istri dan mau terus mendampingi dalam keadaan susah, senang, miskin,
kaya, sehat dan sakit. Semua yang dirundingkan dan disepakati bersama akan
lebih menyenangkan dibandingkan dengan adu kekuatan pikiran yang hanya
menimbulkan kemarahan dan percekcokan.
c. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk
kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari
ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup
yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam
sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan
lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita
belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
d. Perceraian dan Pernikahan
Kembali
Perceraian dalam tinjauan sosiologis
adalah sebuah kajian yang membahas seluk beluk perceraian dari sudut pandang
sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara sosiologis
dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak
dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan
istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan
kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut.
Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti
adanya salah satu pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak
mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak.
Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam
hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri
dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami
sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang
selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang
berlaku.
Hubungan suami-istri juga dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan pola
perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan Scanzoni (1981)
mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan yaitu owner property,
head complement, senior junior partner dan equal partner. Kestabilan keluarga
tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ke tiga
dimana posisi istri mulai berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang
saling membantu dalam mengatur kehidupan bersama. Sementara itu hal sebaliknya
dapat terjadi pada pola perkawinan equal partner.
Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak
tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari
orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami. Di
antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat perceraian cenderung lebih tinggi
pada pola perkawinan owner properti. Oleh karena pola perkawinan owner property
berasumsi bahwa istri adalah milik suami, seperti halnya barang-barang berharga
lainnya di dalam keluarga itu yang merupakan miliki dan tanggung jawab suami.
Istri sangat tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola
perkawinan seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak
merasakan mendapat kepuasaan yang diinginkan ataupun tidak menyukai istrinya
lagi.
Seperti yang terungkap dalam penelitian Fachrina (2006) mengenai Pandangan
Masyarakat mengenai Perceraian (studi kasus cerai gugat pada masyarakat
perkotaan), dimana masyarakat masih memposisikan pihak istri sebagai pihak yang
bersalah apabila terjadi perceraian. Dalam hal ini istri dianggap menjadi
penyebab perceraian. Mengapa pasangan ini bercerai, lebih cenderung dicermati
sebagai akibat dari berbagai kekurangan dari pihak istri. Masyarakat masih
menerima persepsi bahwa istri yang baik, menjadi idaman adalah istri yang
mematuhi perintah suami dan mengurusi rumah tangga, serta merawat anak-anak,
melayani dan menyiapkan keperluan suami.
Perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi
terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Sistem sosial sedang
bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga konjugal dan
juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga menyesuaikan diri pada
kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi keluarga tradisional (sistem
keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang mengalami kehancuran, dimana
keluarga konjugal (keluarga inti) cocok dengan kebutuhan industrialisasi
(Goode, 2007)
Sanak saudara baik secara hubungan karena perkawinan ataupun karena
hubungan darah secara relatif tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan
sehari-hari dalam keluarga konjugal. Setiap orang mempunyai kebebasan dan
menentukan calon pasangan hidupnya sendiri dan selanjutnya pasangan suami istri
lebih banyak berbuat terhadap kehidupan keluarga masing-masing. Keluarga luas
tidak lagi menyangga pasangan suami istri, dan tidak banyak menerima bantuan
dari kerabat, begitu juga sebaliknya. Keluarga luas lebih dapat bertahan
daripada keluarga kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Oleh
karena itu angka perceraian dalam sistem keluarga konjugal cenderung tinggi
(Goode, 2007).
Dalam perkembangan sekarang ini dapat dikatakan bahwa masyarakat tidak
memandang perceraian sebagai hal yang tabu, artinya perbuatan ini bukan sesuatu
yang memalukan dan harus dihindari. Di sini Goode berpendapat bahwa penilaian
atau pandangan yang menganggap perceraian sebagai suatu pernyataan kegagalan
adalah bias. Sistem perkawinan adalah berasal dari perbedaan-perbedaan
kepentingan, keinginan, kebutuhan,dan nafsu, serta dari latar belakang sosial
budaya dan ekonomi yang juga berbeda. Ketegangan-ketegangan dan ketidakbahagian
adalah lazim ada pada setiap perkawinan. Akhirnya pada tingkat tertentu
masyarakat dapat memberikan toleransi umum dan memahami bahwa perceraian adalah
merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh bagi penyelesaian akhir dari
perselisihan suami istri.
Pernikahan kembali adalah menikah setelah bercerai dengan pasangan
sebelumnya secara sah di mata negara dan agama. Menikah kembali bukanlah suatu
hal yang mudah karena apapun kenangan bersama pasangan sebelumnya yang mungkin
pernah menyakitinya pasti akan terkenang. Dan membangun kepercayaan dengan
pasangan baru mungkin akan lebih sulit karena cerai berarti memiliki masa lalu
yang dulu pernah jadi bagian dari hidup seorang yang bercerai. Namun tak
sedikit juga yang menganggap enteng suatu perceraian dan hubungan baru,
biasanya adalah orang yang menyepelekan sehingga keluarga nya kerap hancur.
Maka dalam setiap keluarga perlu adanya pengakuan dan rasa di hormati.
e.
Single Life
Lajang
bukanlah suatu aib atau kejelekan. Buktinya banyak pengusaha muda yang sukses
di usia muda dan belum memiliki pasangan. Mereka yang melajang lebih banyak
dibutuhkan posisinya dalam suatu perusahaan karena mereka yang melajang lebih
berkonsentrasi dan berpenampilan baik. Mengapa? karena mereka tidak memikirkan
mereka harus masak apa hari ini untuk pasangannya? besok memberi kejutan apa?
besok kencan di mana? dan kapan waktu untuk memanjakan diri sendiri itu kapan?
Terkadang
seseorang yang sedang menjalani kehidupan sendiri lebih fokus dalam meraih
tujuan yang sebenar-benarnya. Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan
Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan
sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria.
Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong
perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
Daftar
Pustaka:
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295591-S...pdf
http://hendriyana.abatasa.co.id/post/detail/20976/tips-oke-memilih-pasangan-hidup-menurut-islam.html http://nikahdancinta.blogspot.com/
http://hendriyana.abatasa.co.id/post/detail/20976/tips-oke-memilih-pasangan-hidup-menurut-islam.html http://nikahdancinta.blogspot.com/
http://natasha-ardelia-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62390-Umum-Hubungan%20Interpersonal,%20Kuliah%20Psikologi%20Umum.html
http://undangankipas.blogdetik.com/2013/01/05/tips-memilih-pasangan-hidup-bagi-yang-serius-ingin-menikah/
repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf
http://kritikuscinta.blogspot.com/2008/05/konseling-perkawinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar